Jumat, 19 Juli 2013

Perbedaan Musim dan Kualitas Taqwa

 "Ibarat pisau tajam bermata ganda, satu mata dapat digunakan untuk kemanusiaan sebaliknya mata yang satu lagi dapat melukai"
by:
Dr. H. Shofwan Karim Elha, MA

tekno(logi)-info(marsi)-kom (unikasi)/TIK, sosmed (sosial media) on-line, kita sudah menjadi khalifah Allah (QS,2:30) yang hidup semakin mudah.

Mudah mendalami dan membahas filsafat, ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora. Mudah terkonek setiap waktu dan tempat. Mudah bertransaksi on-line dan digital. Mudah bersilaturahim. Tentu saja ini semua memberi  kedikdayaan  super, menyenangkan dan membahagiakan.
Sebaliknya, tentu saja cyber-crime, kejahatan-maya atau penyalahgunaannya, juga tak kalah dahsyatnya. Ibarat pisau tajam bermata  ganda. Satu mata, sempurna dapat digunakan untuk kemanusiaan, diri dan umat, dan atau sebaliknya mata yang satu lagi dapat  melukai, menyayat, mencederai dan bahkan menghancurkan.

Di dalam rentang waktu puasa Ramadhan, terasa sekali  kita dihadapkan kepada kemudahan itu. Terlepas dari gonjing-ganjing musiman pada penentuan awal Ramadhan, setelah itu semua akur.
Tidak ada lagi heboh  mau sahur, imsak dan subuh atau mau azan Magrib dan berbuka. Semua orang Muslim sudah punya kalender imsakiyah Ramadhan tiap rumah. Diksusi hangat tentang hisab dengan wujud al-hilal atau rukyat al-hilal  dengan amkanu al-rukyat, sudah dilupakan.  Paling tidak sampai puasa atau lebaran berikut lagi.

Akan halnya bagi kaum Muslim di belahan dunia lain. Sejak beberapa tahun lalu, komunitas muslim di Amerika dan Eropa mengatakan, kami kesulitan untuk mengambil libur kalau tidak menggunakan kalender tetap tahunan. Hal itu penting bagi mereka karena otoritas negara dan tempat mereka bekerja dan hal lainnya, tidak mungkin menunggu mereka melihat bulan kalau akan cuti awal Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.

Di negeri mayoritas muslim yang otorisasi di tangan pemerintahan yang mempertimbangkan Islam, warga  muslim dapat toleransi dengan soal libur itu. Bila melihat bulan, besoknya libur, tentu tidak masalah.
Maka itu, kaum muslimin di negeri-negeri minoritas sudah memegang kalender Hijriyah yang berjangka panjang. Bahkan mereka sudah menyakinkan hari-hari pelaksanaan ibadah pokok jangka untuk seratus tahun ke depan.

Merekalah yang dapat secara rasional mempraktikkan Islam yang cocok untuk segala tempat, waktu dan zaman. Tentu tetap masih ada  komunitas muslim di beberapa negara di luar sana yang masih berpegang dengan cara tradisional. Tetapi jumlahnya semakin mengecil.

Kualitas ketaqwaan mereka menjadi terdongkrak ke atas, karena mereka harus berfikir kontinu dan konsisten. Itu tidak berarti semuanya menjadi mudah bagi mereka.
Pada puasa Ramadhan tahun ini, misalnya. Puasa jatuh dalam rangkaian  musim panas awal Juli dan awal Agustus. Mereka yang berpuasa di belahan utara Bumi seperti  Amerika, Canada, Alaska, begitu pula di  Eropa Barat, Utara, Timur, Cina dan Rusia,  termasuk beberapa Negara di Afrika,  bertepatan dengan musim panas. Matahari lebih lama muncul dan bersinar.  Siang lebih panjang. Bervariasi antara 16 sampai 21 jam, bahkan ada yang lebih.

Sebaliknya bila datang musim dingin, malamnya lebih pendek, bervariasi antara 10 ke 2 jam, bahkan ada yang sampai berminggu-minggu tidak ada malam harinya. Itu terjadi di negeri-negeri belahan kutub utara atau kutub selatan sana.

Mereka benar-benar diuji. Bukan hanya fisik tetapi lebih-lebih lagi mental. Secara fisik, menghadapi fluktuasi waktu yang amat ekstrim, sehingga menuntut daya tahan amat prima.

Secara mental, mereka harus menyesuaikan dengan daur kehidupan harian, mekanisme dan waktu bekerja serta keinginan untuk terus menerus menegakkan ibadah Ramadhan lebih lengkap.
Pada umumnya masyakarat negeri 4 musim lebih bahagia dengan musim panas dan agak prustrasi dengan musim dingin. Tetapi itu bagi mereka yang tidak wajib ibadah puasa.

Dengan begitu, secara kasat mata, kasat hati dan kasat logika, mereka yang hidup di negeri-negeri wilayah-wilayah tadi, kaum musliminnya mempunyai derjat tantangan yang sangat tinggi.

Boleh jadi karena itu, mereka akan ditempatkan dan menghasilkan derjat dan kualifikasi yang lebih tinggi pula dari pada  kaum muslimin di negeri tanpa musim, kecuali musim panas dan musim hujan atau musim kering dan basah.

Mereka yang terkahir ini, seperti di negeri sepanjang dan sekitar garis tengah bumi atau garis equator, hidup dalam  rentang waktu  siang-malamnya lebih konstan dan tak jauh berberbeda. Antara matahari terbit dan terbenamnya hanya terpaut antara 12 sampai 13 jam terus menerus.

Keadaan rutin itu terjadi sepanjang hari, minggu, bulan dan tahun. Inikah kemudahan  dan rahmat abadi? Atau kemanjaan? Terasa rahmat Allah dalam hal ini lebih besar kepada mereka yang di negeri tropis ini. Namun kualitas dan kuantitas ibadahnya, bagaimana? Mari berpacu dan berlomba dalam kebaikan. Fastabiqul khairat.

*Copy Posting 
Rabu, 17 Juli 2013 | 11:24 WIB dari http://www.klikpositif.com pada Kolom Shofwan Karim (Motivasi).

0 komentar:

Cari disini

Translate (Penterjemah)

Followers