Senin, 24 Februari 2014

Etika BerMuamalah dalam ISLAM


Pergolakan Pemikiran: 

Catatan Harian Muslim Jerman 
oleh: Murad Wilfred Hoffman 

Etika Muamalah Islam 
(Istambul, 22 Juli 1980) 

Ketika aku mendatangi lokasi pasar tertutup Istambul Timur (al-Kabali Syarasy), aku berhenti sebentar di depan tempat penjualan hadiah-hadiah suvenir. Saat itu tidak ada seorang penjaga pun, tiba-tiba penjaga toko sebelah menghampiriku, dan menawarkan barang-barang milik tetangga tokonya itu --tidak berusaha membujukku untuk membeli di tempatnya, dan tidak berusaha menjual demi keuntungannya. 

Di tempat lain, aku membayar tunai harga baju kulit yang telah dibuatkan bonnya dan akan dikirirnkan kepadaku sesampaiku di Jerman --aku tahu, aku akan menerima barangku itu, meskipun aku sama sekali belum pernah menjumpai pedagang itu sebelumnya. 

Pada kesempatan lain, istriku meminta pedagang perhiasan untuk menentukan harga permata murni miliknya. Pedagang itu kemudian mengambil perhiasan tersebut dan menghilang ke dalam selama setengah jam. Selama itu, ia menghubungi temannya yang lebih berpengalaman darinya dalam masalah perhiasan --dan kami tidak merasa gelisah, karena kami percaya bahwa kami akan mendapatkan kembali permata tersebut, bukan gantinya. 

Bagaimana menjelaskan prinsip-prinsip etika muamalah ini; seorang pedagang bersikap mementingkan pedagang lain, bukannya menampakkan dorongan kompetisi berdarah? Apakah sikap ini telah meningkat ke dalam dunia kasat mata di pasar Timur? Ataukah etika ditanamkan oleh prinsip-prinsip akhlak yang mulia lainnya yang berkembang pada kelompok-kelompok profesi dalam era sistem pemerintahan yang lama? 

Ataukah ia adalah hasil mazhab Qadariyyah dalam memandang proyek ekonomi? Atau ungkapan dari rasa persaudaraan kuat yang tercermin dalam dunia usaha? 

Etika muamalah Islam dihiasi muatan hakiki. Anda akan menyesal meletakkan sistem perekonomian Islam hanya sebagai alternatif pengganti. Meskipun etika semacam ini banyak kita temukan --terutama yang berkaitan dengan sistem bank nirlaba-- namun kita tidak menemukan satu pun contoh sistem dunia usaha yang bercorak Islam secara utuh. 

Salah satu sebab utama keadaan ini adalah tidak adanya sistem formal muamalah Islam yang telah tersusun dan sempurna, seperti bentuk Undang-Undang Dasar Republik Persatuan Jerman dan Undang-Undang Amerika Serikat. Al-Qur'an dan al-Hadits telah menggariskan, dalam banyak tempat, nilai-nilai pokok kerangka sistem ekonomi pasar yang bersendikan kepemilikan pribadi dan tanggung jawab sosial. 

Sedangkan kaidah-kaidah yang lebih terperinci yang telah ada, cakupannya hanya terbatas dalam masalah transaksi dan penentuan pajak, yang melarang riba dan muamalah yang mengandung unsur perjudian/spekulasi. 

Oleh karena itu, kita bisa menemukan substansi etika muamalah Islam dalam perintah-perintah moral Al-Qur'an yang berhubungan dengan masalah tersebut. Ia tidak banyak berbeda dengan dasar-dasar perekonomian Kristen. 

Sebenarnya, kita temukan bahwa Islam mampu melakukan perbaikan-perbaikan dalam perilaku dunia usaha. Setidak-tidaknya dengan melakukan perbaikan pelaku usaha tersebut. Karena pada akhirnya yang terpenting bukanlah sistem, namun rasio ekonomi, moralitas produsen, konsumen, grosir, dan pengecer yang mempunyai rasa kesetiakawanan sosial.

0 komentar:

Cari disini

Translate (Penterjemah)

Followers