Rabu, 29 Mei 2013

Catatan Pengungsian (al Ghuraba`)


Oleh: Bahrun Naim (pada 9 Agustus 2012 pukul 14:01)

Akhir tahun 2011 lalu, penjara tempatku ber uzlah kedatangan sebuah 'tamu' rombongan negara. Yaitu para pegungsi yang mencari suaka dari negara Afghanistan, Pakistan, Uzbekistan, Iraq, dll. Mereka berjumlah sekitar 180orang dan dipisahkan antara pengungsi pria dan wanita. Sebuah ironi ternyata, orang yang masuk ke dalam penjara memang belum tentu orang yang bersalah. Mereka tidak bersalah secara hukum, namun justru ditempatkan di sel penjara. Beberapa diantara mereka berusaha untuk lari melompati tembok penjara setinggi 5 meter.

Kebetulan sel tempatku menginap berada di ujung blok, melewati dua sel tempat para pengungsi tersebut berada. Mereka tinggal selama sebulan di penjara itu. Awalnya mereka ketakutan ketika kusapa, mereka menyangka aku termasuk taliban. Ku ketahui teryata diantara mereka pernah jadi 'korban' ketegasan Taliban. Mungkin barangkali setiap ku berangkat ke masjid mereka memperhatikanku yang berangkat mengenakan gamis, tidak seperti napi lainnya. Apalagi kasus sandiwara yang kuhadapi pada awalnya dituduh hendak menembak Obama presiden AS pada waktu itu yang berkunjung ke Indonesia tahun 2010 silam.

Awalnya pula, pihak petugas merasa kesulitan berkomunikasi dengan para pengungsi tersebut yang kebanyakan berbahasa arab, inggris, pastun, maupun urdu. Sehingga tiap ada komunikasi, petugas memanggilku sebagai translator dadakan. Tentu dengan kemampuan bahasa ala kadarnya, sekedar mengikuti situs berbahasa asing maupun menterjemahkan kitab-kitab asing.

Dari situlah, saya bertukar pemikiran degan para pengungsi tersebut. Diantara mereka ada yang berasal dari Iraq, tepatnya dari wilayah Basrah. Sebut saja namanya Bobby. Bobby tidak bisa berbahasa apapun kecuali arab saja. Ada pula pengungsi bernama ashraf dari Afghanistan. Ataupun Ahmad dari Uzbekistan, maupun Yusuf dari Pakistan.

Awalnya ku mendekati mereka sekedar mereka senantiasa menegakkan sholat dan meninggalkan maksiyat. Bisa dibayangkan pengungsi yang berhari hari tanpa salah dipenjara dalam sebuah sistem bernama badan PBB. Awalnya mereka nampak tidak menerima keadaan dimasukkan di jeruji penjara laksana pesakitan. Hari harinya dihabiskan hanya dengan melamun, dan merokok. Hingga akhirnya sholat mereka kembali tegak meski dibalik jeruji penjara.

Keadaanku jauh lebih baik. Karena setelah vonis, para narapidana bebas berkeliaran di sekeliling penjara. ada yang beraktifitas di bengkel kerja, ataupun di kantor kantor petugas sebagai tenaga pendamping maupun cmn sekedar ngendon di masjid untuk beribadah.

Dengan itulah perlahan mereka mulai terbuka, hingga suatu hari saya dipanggil mereka dengan sebutan Mollah. Mereka suka bercerita tentang keadaan mereka, anak istri mereka, dan cita-cita mereka. Mensenandungkan lagu lagu mereka, yang terkadang saya pun tak bisa memahami dialek mereka yang cepat dan heroik. Saat itulah kumencoba mengajarkan mereka dengan nasyid nasyid jihad. Sehingga seorang pengungsi dari Iraq pun menangis dengan sebuah lirik nasyid 'ya ayyuhas syahid'. Dia bertanya, dari manakah aku belajar lirik tersebut. Dari situlah mereka mulai akrab denganku.

Bobby menceritakan tentang wilayahnya, kerusakan negerinya akibat invasi AS, dll

Saya : saudaraku, musuh kita pada hakikatnya sama. Yaitu orang yang menjadikan negerimu hancur.

Bobby : itulah kenapa aku memilih keluar dari Iraq.

Saya : saudaraku, kotamu adalah kota para ulama. kota para pejuang, mengapa kau tinggalkan wilayah tersebut?

Bobby : karena iraq telah hancur.

Saya : di negeri ini saudaraku, hampir tidak ada kata penduduknya mengungsi. kami negeri pejuang pula yang akan tetap bertahan sampai darah penghabisan

ku lanjutkan. "Kami justru mencari kesyahidan, lupakah engkau lari dari pertempuran sama dengan membawa murka Allah".

Ia termenung lama, hingga meneteskan air mata. Kemudian ia bercerita tentang anak istrinya yang telah tiada. Aku nasehati dia untuk tetap dalam keimanan dalam negeri lain. Dan kembali melanjutkan fisabilillah dimanapun berada. Ia mengangguk keesokan harinya ia menampakkan kecerahan dan ingin senantiasa berbincang denganku.

Di lain waktu ada pengungsi dari Afghanistan, sebut saja namanya Ashraaf. Dia mengaku sebagai korban Taliban. Awalnya ia ketakutan bertemu denganku, namun akhirnya ashraaf mulai membuka diri.

Ashraaf : mollah, knp engkau dipenjara? tanyanya

Saya : fitnah akhi, fitnah akhir zaman, saya dituduh hendak menembak Obama.

Ashraaf : Obama presiden AS

Saya : begitulah fitnah mereka. Alhamdulillah, makar Allah lebih canggih. Saya sekedar mengaminkan apa yang menjadi keinginan mereka. Bisa jadi suatu saat Obama akan terbunuh

Ashraaf : Mengapa kau lakukan itu?

Saya : Obama, 1. pemimpin negeri kafir harb , 2. murtad dari agama nenek moyangnya.

Ashraaf : bukankah Obama 'muslim'

Saya : tidak ada negeri yag bersekutu dengan AS yang mampu sejahtera.

Ashraaf : mengapa engkau tak mengajar mengaji saja?

saya : setiap ilmu ada amalnya akhi. dan amal tertinggi dalam islam adalah fisabilillah

Ashraaf : apakah engkau kecewa dengan keadaan ini?

Saya : tidak, insya Allah, wal hamdulillah. Keadaan ini keadaan para ulama. Bagaimana denganmu ashraaf? saya kira taliban tidak akan menderamu bila engkau tidak berbuat salah?

Ashraaf : sebenarnya iya (benar), namun mereka telah mensakiti saya.

Saya : apakah engkau rela disiksa di akhirat daripada di dunia?

Ashraaf : tentu tidak, namun sikap mereka tidak baik

Saya : Engkau bisa berpikir bagaimana afghanitan kini dan pada saat taliban ada.

Ashraaf : hm....

Di lain waktu, ku berdiskusi dengan pengungsi dari Uzbekistan, mereka fasih berbahasa arab. Ku mengenali mereka dengan postur wajah dan tubuh yang berbeda daripada pengungsi lainnya.

Saya : apakah engkau dari xinjian?

ahmad : tidak, kaum uzbek

Saya : ah... wilayah imam bukhori, atau syaikh samarkandi

Ahmad : kau mengenalinya juga?

Saya : tentu, seluruh wilayah kaum muslimin satu. Hampir tidak ada bedanya ulama dari Makkah dengan dari Uzbekistan. Indonesia maupun Cordobi (qurtubi, cordova).

kuberikan sebuah naskah khutbah jumat berbahasa arab yang mengangkat tema tentang khilafah. Ia nampak mengrenyitkan dahinya.

Ahmad : apakah khilafah ada disini?

Saya : khilafah belum tegak saudaraku...

Ahmad : maksdku dakwah khilafah

Saya : bukankah itu kewajiban setiap muslim?

Ahmad : ada sebuah peristiwa beberapa tahun silam di negeri kami...

Saya : iya, kami sudah mendengarnya... insya Allah tiada lama khilafah akan tegak saudaraku.

Ahmad : ... Ma sya Allah. (insya Allah maksdnya)

Saya : inilah sebab seluruh muslim menderita. Termasuk engkau

Dilain waktu pula, ku berbicara dengan seorang pemuda tampan dari Waziristan, Ma'rokatul mujahid.

Fulan : mollah, lets talk a momment?

Saya : baru kali ini ada yg mengajak bicara bhs inggris.

Fulan : ia nampak tertawa, what your case mollah.

Saya : saya dituduh teroris, hanya karena saya berdakwah

Fulan : koq bisa.. bagaimana ceritanya

Saya : pada hakikatnya sama, hampir di seluruh wilayah kaum muslimin. para penguasa berbuat dzalim. pasti di tempatmu juga

Fulan : ditempatku, penguasa tidak dapat apa-apa?

Saya : maksdnya?

Fulan : asing terlalu berkuasa

Saya : bukankah waziristan, wilayah mujahid...

Fulan : pada faktnya demikian, namun penguasa pakistan selalu menggunakan kekuatan asing untuk menyerbu wilayah kami

Saya : bagai induk ayam yang menyerahkan anaknya sendiri ya?

Fulan : betul..

Saya : itulah penguasa kita, kita hanya menunggu satu penguasa terbaik. Yaitu Imam Mahdi

Fulan : hm.. kau mempercayainya?

Saya : kami akan berperang di belakang al Mahdi

Fulan : bagaimana dengan taliban?

Saya : saya rasa seluruh kaum muslimin yg hanif akan bergabung dan bersatu

Fulan : nampaknya tidak mudah menyatukan umat Islam

Saya : sulit bukan berarti tidak mungkin. Bila Allah berkehendak...

Ia mmberika secarik kertas bertuliskan emailnya, dan sebuah pesan "mollah, jangan lupaka kami". Kuberikan sebuah buku saku tentag amalan dzikir dalam penjara kutuliskan nama dan ia meminta fotoku. Kutuliskan pula sebuah pesan "jangan bermaksiyat"
dua bulan setelah mereka diberangkatkan ke negeri tujuan, kumendengar sebuah berita tentang kapal pengungsi yang tenggelam di selatan wilayah Trenggalek. Beberapa korban yang selamat kukenali, bahwa mereka orang orang yang pernah tinggal satu blok denganku ....

0 komentar:

Cari disini

Translate (Penterjemah)

Followers